Klik tulisan Lihat artikel asli di bawah untuk baca lanjutan beritanya.
Kasus Penculikan 12 Anak di Bogor, Ketua DPR Minta Pelaku Dihukum Berat dengan 2 Undang-Undang

BERITASEBELAS.COM - Hancur hati Ketua DPR-RI Puan Maharani mendengar kasus penculikan 12 anak di Bogor, Jawa Barat.
Sebagai seorang ibu, tak terperikan rasanya jika anak tiba-tiba menghilang dan jadi korban kekerasan seksual.
Untuk itu, Puan minta pelaku dihukum berat.
Puan Maharani mengatakan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa harus mendapat jaminan perlindungan dari kekerasan seksual.
“Ini persoalan yang sangat serius buat saya.
Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa harus mendapat jaminan perlindungan dari segala bentuk kekerasan seksual," ujar dia dalam keterangannya, Sabtu, 14 Mei 2022.
Pelaku dapat dijerat dengan dua undang undang sekaligus, yaitu UU Perlindungan anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Baca Juga: Update Kasus Hepatitis Misterius, Profesor Zubairi Djoerban Sarankan Dokter Lakukan Uji Adenovirus
Uji coba implementasi UU TPKS sendiri sudah dimulai saat persidangan kasus pemerkosa santri, Herry Wirawan, yang dijatuhi hukuman mati dan membayarkan restitusi pada korban.
Staf Kedeputian V Kantor Staf Presiden, Erlinda, yang juga mantan komisioner KPAI mengatakan, pihaknya terus memonitor proses penyelidikan di Kepolisian.
"Apabila diduga nanti pada saat proses penyidikan sudah tahapan 21 ternyata itu tindak pidana kekerasan seksual nah karena itu harus bisa mengakomodir UU TPKS dan diintegrasikan dengan UU yang sudah ada UU Perlindungan anak dengan sistem peradilan anak," kata Erlinda.
Pelaku dapat dijerat berbagai pasal dalam Undang Undang, bahkan hukuman lebih berat.
Mulai dari kurungan sampai bahkan kebiri kimia.
Lebih lanjut, UU TPKS juga mengatur adanya restitusi atau ganti rugi kepada korban.
"Nah seperti sekarang bahwa pihak kepolisian dengan sendirinya otomatis harus didalam dia penyidikan, dia memasukkan restitusi juga kepada korban ini.
Sehingga terduga pelaku ini harus memberikan restitusi seperti yang ada di UU TPKS," ujar wanita yang juga menjabat sebagai Ketua Indonesia Child Protection Watch ini.
Baca Juga: 4 Cara Mengatasi Pertanyaan Sulit Saat Sidang Skripsi
Saat ini Staf kepresidenan terus berkoordinasi dengan KPPAI dan KPAI juga kepolisian untuk mengetahui perkembangan kasus ini.
Kemudian dia mendorong pemerintah daerah untuk membangun Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).
Karena saat ini, dari 500 lebih kabupaten di seluruh indonesia, hanya separuh yang memiliki UPTD PPA.
Padahal UPTD PPA bisa menjadi ruang aman bagi perempuan dan anak.
"Berfungsi sebagai penyelenggara pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, diskriminasi dan masalah lain termasuk kekerasan seksual.
Yang kita dorong untuk daerah, UPT sudah ada sayangnya belum terpadu," kata Erlinda.***
Sumber: pikiran-rakyat.com
Penting:
Apabila terdapat kesalahan informasi dalam berita ini, silahkan kirim laporan ke email beritasebelascom@gmail.com.