Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan gugatan UU Pemilu terkait sistem pemilu proporsional terbuka dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 di Gedung MK, Jakarta, pada Senin (15/5).
Agenda sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan ahli pihak terkait Derek Loupatty. Ada tiga ahli dihadirkan yakni Khairul Fahmi, Titi Anggraeni, dan Zaenal Arifin Mochtar.
Dalam paparannya, Titi Anggraeni menyinggung soal perubahan sistem Pemilu setelah 1999. Titi menyebut, pembentuk undang-undang memutuskan mengubah sistem pemilu proporsional daftar tertutup (closed list) untuk memilih anggota DPR dan DPRD sehingga pemilih bisa langsung mencoblos caleg pilihannya di surat suara.
"Surat suara bukan hanya akan memuat nomor urut dan tanda gambar partai, tapi juga memuat nomor urut dan nama caleg yang diusung partai," kata Titi.
"Namun, pada Pemilu 2004 melalui UU Nomor 12 Tahun 2003, hal itu masih dilakukan melalui penerapan sistem proporsional terbuka yang relatif tertutup (relatively closed open list system). Di mana caleg akan menduduki kursi yang diperoleh partai apabila mendapat suara sejumlah kuota harga satu kursi yang disebut bilangan pembagi pemilih (BPP)," tambah dia.
Titi yang hadir secara luring menyebut, pilihan proporsional terbuka secara gradual tersebut dibatalkan MK melalui Putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008. MK menyebut, setiap caleg mestinya dapat menjadi anggota legislatif pada semua tingkatan sesuai dengan perjuangan dan perolehan dukungan suara masing-masing.
Sumber: kumparan.com